RSS

EveryWhereChat Free Flash Chatrooms

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SIKAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK



Menurut Egan ada Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik , yaitu :
Berhadapan. Maksud dari posisi ini adalah kita sudah siap melakukan sesuatu untuk klien.
Mempertahankan kontak mata. Kontak mata berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi, sebuah sikap menerima kehadiran orang lain dalam komunikasi.
Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.







Teknik Komunikasi Terapeutik.

Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.

Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
Mendengarkan dengan penuh perhatian. Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
Menunjukkan penerimaan.Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
Mengklasifikasi. Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
Memfokuskan.Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
Menyatakan hasil observasi.Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
Menawarkan informasi.Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
Diam.Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
Meringkas.Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
Memberi penghargaan.Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
Menempatkan kejadian secara berurutan.Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya,Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.Refleksi.Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

PRINSIP-PRISIP KOMUNIKASI



PRINSIP 1 : Komunikasi Adalah Proses Simbolik

Salah satu kebutuhan pokok manusia , seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang , dan itulah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Ernest Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atau mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia atau objek tersebut.
Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno, dan foto Anda pada KTP Anda adalah ikon Anda.
Berbeda dengan lambang dan ikon, indeks adalah tanda yang secara alamiah merepresentasikan objek lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), yang dalam bahasa sehari-hari disebut juga gejala (symptom). Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat yang punya kedekatan eksistensi. Misalnya awan gelap adalah indeks hujan akan turun, sedangkan asap merupakan indeks api. Namun bila asap itu disepakati sebagai tanda bagi masyarakat untuk berkumpul misalnya, seperti dalam kasus suku primitif, maka asap menjadi lambang karena maknanya telah disepakati bersama.
Lambang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut.
1. Lambang bersifat sebarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
2. Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi makna pada lambang.
3. Lambang itu bervariasi

PRINSIP 2 : Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi

Kita tidak dapat berkomunikasi (we cannot communicate). Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Cobalah Anda minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karena setiap perilakunya punya potensi untuk di tafsirkan. Kalau ia tersenyum, ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut, ia ditafsirkan ngambek. Bahkan ketika kita berdiam diri sekalipun, ketika kita mengundurkan diri dari komunikasi dan lalu menyendiri, sebenarnya kita mengomunikasikan banyak pesan. Orang lain mungkin akan menafsirkan diam kita sebagai malu
Ketika anda melihat seorang pria yang berdiri di pantai seraya memandang laut lepas dengan melipat kedua tangan di dada, Anda mungkin punya penafsiran khusus terhadap orang itu, misalnya bahwa ia orang yang sedang frustasi, kesepian, romantis, ingin sendirian dan tidak mau diganggu, mencari ilham untuk menulis puisi, dan sebagainya. Seorang tamu restoran yang makan dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada orang yang ia temui menampilkan perilaku yang potensial untuk ditafsirkan, misalnya bahwa ia sedang marah, frustasi, patah hati, sakit gigi atau bisu.

PRINSIP 3 : Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan

Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, hanya bukan bergantung pada isinya, namun juga pada siapa, penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya.

PRINSIP 4 : Komunikasi Berlangsung dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan

Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali hingga komunikasi yang benar-benar direncanakan dan disadari. Kesengajaan bukanlah syarat untuk berkomunikasi. Membatasi komunikasi sebagai proses yang disengaja adalah menganggap komunikasi sebagai instrumen, seperti dalam persuasi.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi secara antara orang-orang berbeda budaya ketidaksengajaan berkomunikasi ini lebih relevan lagi untuk diperhatikan. Banyak kesalahpahaman antarbudaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang tidak disengaja yang dipresepsi, ditafsirkan dan direspons oleh orang dari budaya lain.

PRINSIP 5 : Komunikas Terjadi dalam Konteks Ruang dan Waktu

Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik dan ruang (termasuk iklim, suhu intensitas cahaya, dan sebagainya), waktu, sosial dan psikologis. Waktu mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Kunjugan seorang mahasiswa kepada teman kuliahnya yang wanita pada malam minggu akan dimaknai lain bila dibandingkan dengan kedatangannya pada malam biasa.
Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan mempengaruhi orang- orang yang berkomunikasi. Pengaruh konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada suatu keluarga yang tidak pernah tersenyum atau menyapa siapapun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi ramah pada hari-hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, dan mempersilahkan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang mereka sediakan.
Suasana psikologis peserta komunikasi tidak pelak mempengaruhi juga suasana komunikasi. Komentar seorang istri mengenai kenaikan harga kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja akan ditanggapi dengan kepala dingin oleh suaminya dalam keadaan biasa atau keadaan santai, boleh jadi akan membuat sang suami berang bila istri menyampaikan komentar tersebut saat suami baru pulang kerja dan dimarahi habis-habisan oleh atasannya hari itu.

PRINSIP 6 : Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi

Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.
Prinsip ini mengansumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia. Dengan kata lain, perilaku manusia, minimal secara parsial, dapat diramalkan. Kalau semua perilaku manusia itu bersifat acak, selalu tanpa diduga hidup kita akan sulit.

PRINSIP 7 : Komunikasi Bersifat Sistematik

Terdapat dua sistem dasar dalam transaksi komunikasi, yaitu Sistem Internal dan Sistem Eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasim yang ia cerap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya). Istilah-istilah lain yang identik dengan sistem internal ini adalah kerangka rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), struktur kognitif (cognitive structure), pola pikir (thinking patterns), keadaan internal (internal states), atau sikap (attitude). Pendeknya, sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi.
Berbeda dengan sistem internal, sistem eksternal terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan disekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi. Akan tetapi, karena masing-masing orang mempunyai sistem internal yang berbeda, maka setiap orang tidak akan memiliki bidang perseptual yang sama, meskipun mereka duduk di kursi yang sama dan menghadapi situasi yang sama.
Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah produk dari perpaduan antara sistem internal dan siste eksternal tersebut. lingkungan dan objek mempengaruhi komunikasi kita, namun persepsi kita atas lingkungan kita juga mempengaruhi cara kita berperilaku.

PRINSIP 8 : Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Misalnya, penjual yang datang kerumah untuk mempromosikan barang dianggap telah melakukan komunikasi efektif bila akhirnya tuan rumah membeli barang yang ia tawarkan, sesuai yang diharapkan penjual itu, dan tuan rumah pun merasa puas dengan barang yang dibelinya.
Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama, diberi makan yang sama dan dididik dengan cara yang sama. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekenomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memahami bahasa yang sama.

PRINSIP 9 : Komunikasi Bersifat Nonsekuensial

Meskipun terdapat banya model komunikasi linier atau satu arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah (sifat sirkuler). Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu bersifat dua-arah, karena orang-orang yang kita anggap sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu lewat perilaku nonverbal mereka.
Meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur proses komunikasi sebenarnya tidak berpola secara kaku. Pada dasarnya, unsur-unsur tersebut tidak berada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuler, helikal atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroperasi dalam susanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.

PRINSIP 10 : Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional

Komunikasi sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Herclitus enam abad sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai yang sama dua kali.” Pada saat yang kedua itu, manusia itu berbeda, dan begitu juga sungainya. Ketika kita menyebrang sungai untuk kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya pada hari yang lan, maka sesungguhnya penyebrangan itu bukanlah fenomena yang sama. Begitu jugalah komunikasi; komunikasi terjadi sekali waktu kemudian menjadi bagian dari sejarah kita.
Dalam proses komunikasi itu, para peserta saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verval ataupun lewat komunikasi nonverbal. Pernyataan sayang, pujian, ucapan selamat, penyesalan, atau kemarahan akan membuat sikap atau orientasi mitra komunikasi kita berubah terhadap kita, dan pada gilirannya perubahan orientasinya itu membuat orientasi kita juga berubah terhadapnya, dan begitu seterusnya.
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dan perilakunya). Ada orang yang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu, tetapi perubahan akhirnya (secara kumulatif) cukup besar. Namun ada juga orang yang berubah secara tiba-tiba, melalui cuci otak atau kontroversi agama, misalnya dari seorang nasionalis menjadi komunis, atau dari Hindu menjadi Kristen atau Muslim.
Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding) dan penyandian-balik (decoding). Kedua proses itu, meskipun secara teoritis dapat dipisahkan, sebenarnya terjadi serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menandai komunikasi sebagai transaksi.
Pandangan dinamis dan transaksional memberi penekanan bahwa Anda mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi. Pernahkan anda terlibat dalam perdebatan sengit sehingga semakin keras Anda katakan betapa marahnya Anda, semakin marah pula Anda. Jadi, perspektif transaksional memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi, yaitu serentak dan saling mempengaruhi. Para pesertanya menjadi saling bergantung, dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya.

PRINSIP 11 : Komunikasi Bersifat Irreversible

Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena merupakan suatu peristiwa, perilaku berlangsung dalam waktu dan tidak dapat “diambil kembali.” Bila anda memukul wajah seseorang dan meretakkan hidungnya, peristiwa tersebut dan konsekuensinya telah “terjadi”; Anda tidak dapat memutar kembali jarum jam dan berpura-pura seakan-akan hal itu tidak pernah terjadi.
Senada dengan peristiwa di atas, dalam komunikasi, sekali Anda mengirimkan pesan, Anda tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalahi menghilangkan efek pesan tersebut sama sekali.
Sifat irreversible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai proses yang selalu berubah. Prinsip ini seyogianya menyadarkan kita bahwa kita harus hati-hati untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, sebab, yaitu tadi, efeknya tidak bisa ditiadakan sama sekali, meskipun kita berupaya meralatnya. Apalagi bila penyampaian itu dilakukan untuk pertama kalinya. Curtis et al., mengatakan bahwa kesan pertama itu cenderung abadi.
Dalam komunikasi massa, sekali wartawan menyiarkan berita yang tanpa disengaja mencemarkan nama baik seseorang, maka nama baik orang itu akan sulit dikembalikan lagi ke posisi semula, meskipun surat kabar, majalah, radioatau televisi telah meminta maaf dan memuat hak jawab sumber berita secara lengkap.

PRINSIP 12 : Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah

Banyak persoalan dan konflik antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelasaikan persoalan atau tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural ini juga harus diatasi. Misalnya, meskipun pemerintah bersusah payah menjalin komunikasi yang efektif dengan warga Aceh dan warga Papua, tidak mungkin usaha itu akan berhasil bila pemerintah memberlakukan masyarakat di wilayah-wilayah itu secara tidak adil, dengan merampas kekayaan alam mereka dan mengangkutnya ke pusat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nursing Advocacy

Nursing Advocacy adalah proses dimana perawat secara objektif memberikan klien informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dan mendukung klien apapun keputusan yang ia buat.
Menurut para ahli perawat advokat ada 3 yaitu: 

1. Ana pada tahun 1985
Melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun.
2. Fry pada tahun 1987
Advokasi sebagai dukungan aktif tarhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting.
3. Gondow pada tahun 1983
Advokasi merupakan dasar falsafat dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri.
Perawat sebagai advokat merupakan penghubung antara klien tim kesehatan lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien,membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan pedekatan tradisional maupun profesional,narasumber dan fasilitator dalam tahap pengembalian keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien.
Peran Advokat Keperawatan
1. Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum
2. Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan
3. Memberikan bantuan mengandung dua peran yaitu peran aksi dan peran nonaksi
Tanggung jawab perawat
Secara Umum: Mempunyai tanggung jawab dalam memberikan aspek,meningkatkan ilmu pengetahuan dan menigkatkan diri sebagai profesi.
Secara khusus: Memberikan aspek kepada klien mencakup asapek bio-spiko-sosio-kultural-spiritual yang kompehansif dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Dalam menjalankan tugasnya perawat dilindungi oleh Undang-Undang no. 6 tahun 1960 UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas di bawah pengawasan dokter,dokter gigi,dan apotek.
Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintahan membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidang.Bidang seperti halnya dokter,diijinkan mengadakan praktik swasta,sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan.


A.    Nursing Advocacy
Definisi perawat advokat proses dimana perawat secara objektif memberikan klien informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dan mendukung klien apapun keputusan yang buat.
Perawat sebagai advokat yaitu sebagai penghubung antara klien-tim kesehatan lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien. Membela kepentingan klien dan membantu klien,memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan pendeketan tradisional maupun profesional.
Definisi perawat advokat menurut beberapa ahli:
  1. Arti advokasi menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun.
  2. FRY mendefinisikan advokasi sebagai dukungan  aktif terhadap setiaap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting.
  3. GADOW menyatakan bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri.
Tanggung jawab perawat secara umum mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan,meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi.
Tanggung jawab perawat secara khusus adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien mencakup aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual yang komprehensif dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Peran perawat sebagai advokasi
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi hal-hal berikut:
  1. penyakit yang dideritanya;
  2. tindakan medik apa yang hendak dilakukan;
  3. kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya;
  4. alternatif terapi lain beserta resikonya;
  5. prognosis penyakitnya;
  6. perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang dideritanya;
  7. hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur;
  8. hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi;
  9. hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh perawat/ tindakan medik sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed consent);
  10. hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya;
  11. hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
  12. hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang mengganggu pasien lain;
  13. hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit;
  14. hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
  15. hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual;
  16. hak didampingi perawat keluarga pada saat diperiksa dokter;
  17. hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan;
  18. hak atas rahasia medic atau hak atas privacy dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
  19. hak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opion), terhadap penyakit yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang menangani;
B. Pengambilan Keputusan Legal Etis
Membuat keputusan bukanlah hal yang mudah, tetapi merupakan suatu tantangan bagi seorang manajer. Dalam era global dan serba cepat ini, langkah untuk mengambil keputusan harus cepat dan tepat pula.
Definisi pengambilan keputusan
1.      Suatu tindakan pemilihan, dimana pimpinan menetukan suatu kesimpulan tentang apa yang harus dilakukan/ tidak dilakukan dalam suatu situasi tertentu.
2.      Merupakan pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi.
3.      Penyelesaian masalah,yaitu menghilangkan adanya ketidakseimbangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi.
Pengambilan keputusan adalah tugas terpenting dari semua tugas yang membentuk fungsi kepemimpinan manajerial. Sebelum mengambil suatu keputusan, diperlukan informasi-informasi pendukung, misalnya informasi mengenai:
  • laporan anggaran
  • laporan sensus pasien
  • catatan medis
  • catatan personil pegawai
  • laporan jumlah waktu sakit pegawai, dan
  • waktu libur
pengambilan keputusan adalah proses kognitif yang tidak tergesa-gesa. Suatu rangkaian tahapan yang dianalisis, diperlukan, dan dipadukan, hingga dihasilkanlah ketepatan serta ketelitian dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai adalah:
  1. Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
  2. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan jalannya kelembagaan.
  3. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian yang dibuat sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan situasi  yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan manajemen dibagi menjadi dua macam:
  1. Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi menghadapi masalah. Masalah yang biasa dan yang terstruktur memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan peraturan untuk membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang cuti hamil.
  2. Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur dan bersifat baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu. Misalnya keputusan yang berkaitan dengan pasien.
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan menjadi dua model:
  1. Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam pemilihan satu alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan yang ada.
  2. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik.
Aspek kelompok dalam pengambilan keputusan
Ada perbedaan antara keputusan bersama kelompok dan keputusan kelompok. Dalam pengambilan keputusan bersama kelompok, kelompok sepenuhnya berpartisipasi dalam mengambil keputusan, kecuali dalam menetapkan keputusan akhir. Sedangkan dalam pengambilan keputusan kelompok, kelompok sepenuhnya ikut menentukan dalam pengambilan keputusan akhir.
Tipe Pengambilan Keputusan
  1. Pengambilan keputusan yang kurang tanggapan (metode yang kurang diperhatikan)
  2. Pengambilan keputusan dengan cara otomatis
  3. Pengambilan keputusan minoritas (yang lebih pandai yang unggul)
  4. Pengambilan keputusan mayoritas (melalui pemungutan suara)
  5. Pengambilan keputusan dengan consensus
  6. Pengambilan keputusan dengan suara bulat

C.    Metode Pemecahan Masalah
Masalah adalah perbedaan antara keadaan nyata sekarang dengan keadaan yang dikehendaki. Dalam manajemen diperlukan proses pemecahan masalah secara sistematis. Hal ini perlu untuk mengatasi kesulitan pada waktu membuat keputusan, misalnya menghadapi situasi yang tidak diduga (pada keputusan yang tidak terprogram atau tidak rutin).
Elemen-elemen dari proses pemecahan masalah:
  • Masalah
  • Desired state (keadaan yang diharapkan)
  • Current state (keadaan saat ini)
  • Pemecah masalah/manajer
  • Adanya solusi alternatif dalam memecahkan masalah
  • Solusi.
Hal lain yang harus diketahui dalam pemecahan masalah adalah, harus mengetahui perbedaan antara masalah dengan gejala. Pertama, gejala dihasilkan oleh masalah. Kedua, masalah menyebabkan gejala. Ketiga, ketika masalah dikoreksi maka gejala akan berhenti, bukan sebaliknya.
Masalah mempunyai beberapa struktur
  1. Masalah Terstruktur. Adalah masalah yang terdiri dari elemen-elemen dan hubungan antar elemen yang semuanya dipengaruhi oleh pemecah masalah. Pemecah masalah tersebut adalah komputer. Karena komputer dapat memecahkan masalah tanpa perlu melibatkan manajer.
  2. Masalah Tidak Terstruktur. Adalah masalah yang berisi elemen-elemen atau hubungan antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah masalah. Pemecahan masalah dilakukan oleh manajer. Karena manajer harus melakukan sebagian besar tugas memecahkan masalah.
  3. Masalah Semi Terstruktur. Adalah masalah yang berisi sebagian elemen atau hubungan yang dimengerti oleh pemecah masalah. Pemecahan masalah dilakukan oleh manajer dan komputer, yang harus bisa bekerja sama memecahkan masalah.
Proses pemacahan masalah menurut John Dewey, Profesor di Colombia University pada tahun 1970, mengidentifikasi seri penilaian pemecahan masalah:
  1. Mengenali kontroversi (masalah)
  2. Menimbang klaim alternatif.
  3. Membentuk penilaian (solusi).
Secara umum, pemecahan masalah dalam manajemen menggunakan tahap pemecahan masalah sebagai berikut:
  1. Menyelidiki Situasi
Suatu penyelidikan yang diteliti perlu dilakukan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek penentuan masalah, pengenalan tujuan dan penentuan diagnosis.
  1. Mengembangkan Alternative
Sebelum mengambil keputusan, pemecahan masalah memerlukan penemuan berbagai alternative yang kreatif dan imajinatif.
  1. Mengevaluasi berbagai alternative dan menetapkan pilihan yang terbaik
Setelah mengembangkan seperangkat alternative, manajer harus mengevaluasinya untuk melihat keefektifan setiap alternative melalui dua kriteria, yaitu seberapa realistis alternative itu dipandang dari sumber daya organisasi yang dimiliki dan seberapa baik alternative itu akan membantu memecahkan masalah.
  1. Melaksanakan keputusan dan Menetapkan tindak lanjut
Dalam memecahkan masalah yang menyangkut masalah teknis, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh :
  1. Menggunakan inferensi, yaitu menarik simpulan dari beberapa bukti untuk mencari arti atau penafsiran, yang merupakan suatu cara untuk menghasilkan data dan informasi baru dari data yang ada.
  2. Menentukan hambatan, yaitu menentukan hambatan yang sesungguhnya dari perwujudan sasaran.
  3. Membuat subsasaran, dengan mencoba membagi masalah menjadi beberapa bagian masalah yang lebih sederhana agar dapat dipecahkan secara sendiri-sendiri.
  4. Mencari kunci melalui proses yan logis, seperti menarik simpulan dari bukti, pengertian dan penghayatan.
  5. Mengatur data untuk mengatur data dan keterkaitannya.
  6. Memulai dari sasaran dan menggunakan konsep sebab akibat dari sasaran kepada data yang ada.
Dalam pemecahan masalah yang menyangkut manusia, seringkali terdapat sisi yang terlupakan, yaitu “perasaan”. Perasaan dapat menimbulkan hambatan mental yang menyebabkan proses pemecahan masalah terganggu. Hambatan mental merupakan perasaan frustasi yang dapat menghentikan kemampuan berfikir untuk memecahkan masalah, antara lain:
  1. Aku (ego), yaitu yang menyangkut harga diri seseorang.
  2. Kecemasan
  3. Semantik, yaitu mempunyai makna ganda.
  4. Ritual, yaitu peraturan, kebiasaan, atau prosedur yang harus dilalui.
Untuk menanggulangi hambatan mental dapat dilakukan dengan cara-cara:
  1. Curah pendapat
  2. Menggunakan suatu analogi
  3. Menggunakan imajinasi untuk membentuk kreasi baru
  4. Persepsi
  5. Dengan komunikasi secara berkelompok.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS